Sekolah menengah kejuruan (SMK) yang dulu sebagian dikenal dengan STM
menjadi salah satu pilihan pendidikan anak selain SMA. Bahkan, dari tahun ke
tahun siswa SMK terus meningkat. Sejarah menyebutkan SMK sudah ada sejak zaman
penjajahan Belanda.
Sebagaimana dikutip dari Buku SMK Dari Masa ke Masa yang diterbitkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan pada 2015 lalu disebutkan sekolah kejuruan yang
didirikan Belanda memiliki tiga corak yaitu corak kewanitaan, sekolah teknik,
dan sekolah pertanian.
Kala itu ada beberapa jenis sekolah teknik. Misalnya Ambachts School van
Soerabaia yaitu sekolah teknik malam hari untuk anak-anak Indo dan Belanda yang
bekerja siang hari. Sekolah ini berdiri sejak 1853 di Surabaya.
Kemudian ada Burger Avond School yang harus waktu pendidikannya 2 tahun.
Ini adalah sekolah pertukangan yang digabungkan dengan Hoogere Burger School
(HBS sama dengan sekolah menenah umum) yang berdiri pada 1876.
Pada 1885 Burger Avond School mulai dipisahkan dari HBS. Setelah berdiri
sendiri, lama pendidikan menjadi 4 tahun dan mata pelajarannya diperluas
menjadi sekolah teknik. Pada 1912, sekolah ini menjelma menjadi Koningin Emma
School (KES).
Sekolah teknik yang dikhususnya bagi bangsa Eropa juga ada yaitu
Europeese Ambacht School. Sekolah yang bahasa pengantarnya bahasa Belanda ini
berdiri sejak 1900. Siswa di sekolah ini harus menempuh pendidikan selama 3
tahun.
Ada pula Koningin Weihelmina School (KWS) yang berdiri pada 1901 dengan
lama pendidikana 3 tahun. Bebrapa tahun berselang ada KWS-B dengan jurusan
mesin, bangunan sipil, dan pertambangan.
Pada 1913, lama pendidikan 3 tahun menjadi 4 tahun. Jurusan bangunan
sipil juga dipecah sejak 1921 menjadi bangunan sipil dan bangunan air. Jurusan
mesin juga berkembang pada 1926 dengan menjadi jurusan mesin khusus dan
listrik.
Paling akhir adalah Middelbare Technise School (Sekolah Teknik
Menengah) yang kemudian menjadi cikal bakal STM.
Belum Jadi Perhatian
Setelah era Belanda berlalu, saat zaman Jepang berkuasa sempat muncul kembali Sekolah Pertukangan (Ambachts School dan Ambachts Leergang) di samping STM.
”Sebuah STM dibuka oleh Balai Kota Bandung [Bandung Sichoo] bertempat di
STM Ciroyom sekarang. Pada zaman Belanda, Balai Kota Bandung menyelenggarakan
kursus teknik di Coroyom. STM yang dibuka pada zaman Jepang ini lamanya 3 tahun
dan sempat mempunyai siswa sebanyak 360 orang. Jurusan yang dibuka adalah
mesin, listrik dan bangunan,” sebagaimana tertulis di buku itu.
Setelah kemerdekaan, pendidikan teknik dan kejuruan belum menjadi
perhatian. Sebelum 1969 telah ada 126 STM di samping 565 Sekolah Teknik (ST)
dengan tujuan memberikan pelatihan teknik.
Namun tujuan pendidikan tidak ditetapkan secara jelas sehingga tidak
sesuai dengan kesempatan kerja bagi para lulusannya, Kebanyakan guru, orang
tua, dan anak STM memandang STM sebagai sebagai batu loncatan untuk pendidikan
yang lebih tinggi, bukan untuk persiapan memasuki dunia kerja.
Era 1970-an, SMK mulai menjadi perhatian yaitu sekolah yang disiapkan
untuk menciptakan generasi muda siap kerja. Kala itu muncul Kurikulum SMK tahun
1976/1977 sebagai panduan pendidikan anak STM dan SMK lainnya.
”Jumlah jam praktik ditingkatkan dari 10% menjadi 30 - 50% dari
keseluruhan program pendidikan, yaitu dari 4 jam pelajaran menjadi 12-20 jam
pelajaran per minggu.”
Lewat kurikulum itu pula digalakkan metode Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) dan siswa melakukan praktik bukan guru yang melakukan demonstrasi di
hadapan siswa. Kemudian muncul lagi Kurikulum 1984 yang ikut mengubah pola
pendidikan anak STM.
Misal menerapkan sistem kredit semester (SKS), ada program inti hingga
program pilihan, sampai pelajaran teori diintegrasikan ke dalam pelajaran
praktik untuk mata pelajaran yang sama.
Kebutuhan Dunia Industri
Di masa-masa berikutnya, SMK yang kala itu namanya sangat beragam mulai STM, SMEA, dan lainnya terus tumbuh. Selama awal 1990-an, siswa SMK mencapai 1.331.196 orang.
Pada masa ini kemudian muncul Kurikulum 1994. Era ini mulai dikenal
konsep Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dan kerja sama dengan dunia usaha dan
industri semakin kuat dan melembaga.
Era 2000-an, SMK tumbuh pesat karena hubungan dengan pihak industri
semakin baik. Pemerintah sudah sangat menyadari pentingnya mengembangkan
pendidikan teknologi dan kejuruan di Indonesia.
Anak STM yang merupakan bagian dari SMK jumlahnya terus tumbuh. Pada
2017/2018 ada 13.710 SMK di Tanah Air yang menampung 4,9 juta siswa. Dari
jumlah itu, sebagian besar adalah laki-laki termasuk anak STM.
Tumbuhnya siswa SMK dari tahun ke tahun menjadi tantangan besar utamanya
agar kompetensi yang mereka miliki menyambung dengan kebutuhan
dunia industri.
Kementerian Perindustrian menargetkan sebanyak 2.600 Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan 750 industri yang akan terlibat dalam program pendidikan
vokasi link and match pada 2019.
Hingga tahap kesepuluh peluncuran program ini, jumlah yang terlibat
telah melampaui target dengan mencapai 2.604 SMK dan 885 industri.
Posting Komentar untuk "Sejarah SMEA dan STM"